Keharusan Kita Untuk Kembali Kepada Al-Qur’an Dan Mengembalikan Yang Lainnya Kepada Al-Qur’an. (Part 2)

Dalam surat Al-An’am Allah Swt menegaskan dan memerintahkan rasulnya untuk 
Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Quran itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu. Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merobah robah kalimatkalimat-Nya dan Dia lah yang Maha Mendenyar lagi Maha Mengetahui. Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta terhadap Allah.

(QS.Al-An’am[6]:114116).

Kalau pendapat manusia bisa berubah-berubah, pengetahuan manusia bisa berkembang, bisa saja yang dibenarkan kemarin disalahkan hari ini  dan yang disalahkan kemarin dibenarkan hari ini, kalau Allah Swt kalimat dan pengetahuan-Nya telah sempurna.
Nah para ikhwan dan akhat yang dirahmati Allah Swt swt, sengaja pada hari ini saya pilihkan beberapa ayat yang menegaskan kita kembali kepad Al-Qur’an, kemudian Allah Swt menegaskan sesuatu yang datang dari Al-Qur’an itu merupakan hal yang pasti…
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orangorang yang ragu. 

(QS.Al-Baqarah[2]:147).

Dan Allah Swt tegaskan dalam surat lainnya,

(QS.An-Nisaa[4]:82)   

Saya menegaskan pada kajian tanggal 12 mai 2015  yang lalu, saya persaksikan bahwa diri saya sendiri dan para jamaah serta seluruh malaikat yang terdapat di langit, saya persaksikan kepada Allah Swt bahwa inilah satu-satunya kitab yang terjamin kebenarannya, sedangkan selain dari kitab maka tidak dapat diterima dan tidak dapat terjamin kebenarannya keccuali yang sesuai dengan Al-Qur’an.
Nah kebetulan hadirin sekalian,  saya mendapat tanggapan dari saudara saya, yang saya hormati Ust. Firanda, dalam websitenya  beliau menanggapi apa yang saya sampaikan pada tanggal 12 mei yang lalu, dalam satu judul Habib Husein meragukan keotentikan hadis-hadis Nabi Saw dari kitab-kitab hadis yang masyhur, Habib Husein berkata kebenaran yang  mutlak dan pasti  yang datangdari sisi Allah Swt oleh karena itu tidak ada jaminan   dari Allah Swt bagi buku-buku yang lain, bahwa buku-buku itu terjamin kebenarannya, maka Allah Swt berfirman
Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. 

(QS.An-Nisaa[4]:82)

Tiada Nash Al-Qur’an maupun  ucapan Nabi Saw yang menjamin bahwa kitab Bukhari, Shahih Muslim, Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, Nasa’i, Al-Darimi,  begitu pula Musnad Imam Ahmad bin Hanbal selain dari kitab Allah Swt, tidak dapat diterima kebenaranya kecuali yang sesuai dengan Al-Qur’an.

Kita jumpai bagaimana hadis yang diriwayatkan dari Ummul Mukminin Aisyah….ketika malam Isra dan Mi’raj beliau meraba ke sisinya menjumpai Nabi Saw tidak meninggalkan tempat tidurnya berarti yang diberangkatkan Isra bukan jasadnya tapi ruhnya, padahal kita tahu  bahwa Sayidah Aisyah Ummul Mukminin ra pada saat itu belum tidur satu ranjang dengan Nabi Saw , berkumpulnya sewaktu di Madinah bagaimana mungkin Sayidah Aisyah bisa meraba ke sisinya menjumpai Nabi Saw tidak meninggalkan tempat tidurnya, kita yakin ini hadis maudu’ walaupun  terdapat di kitab hadis shahih. Dan banyak hadis-hadis seperti yang pernah saya ceritakan sebelumhya, jadi Prinsip kita dalam meneliti hadis tidak hanya kembali pada ittishal sanad, tidak hanya kembali kepada keadilan al-rawi, tidak hanya kembali pada kecermatan tapi kita lanjutkan pada dua syarat lain yang disebutkan oleh ulama oleh ahli jarhi wa ta’dil dalam buku musthalah yaitu pertama, ‘adamu syudzudz ( hadis tersebut tidak bersifat ganjil ), yang kedua, ‘adam wujud al-illah al-qadihah  ( tidak ada penyakit yang merusak keshahihan hadis tersebut). para ulama mendefisini al-syudzudz atau al-syadz; ma khalafa tsiqatu bihi tsiqah. kalau seorang tsiqah yang dipercaya dalam riwayat ternyata bertentangan dengan banyak tsiqah, satu bertentangan dengan para tsiqah,meriwayatkan hadis yang berbeda dengan para tsiqah lainnya maka hadis ini syadz baik dalam mata rantai sanadnya maupun dalam matan kandungan hadisnya. Kita bertanya bagaimana kalau hadis itu bertelak belakang dengan Al-Qur’an,. kalau bertentangan dengan beberapa tsiqah saja dikatakan syadz, apalagi bertentangan dengan Al-Qur’an yang merupakan kitab yang terjamin kebenarannya
Begitu pula bagaimana satu hadis terdapat satu illat baik dalam matan maupun sanad, hingga hadis tersebut berubah menjadi munkar. seperti yang kita jumpai dalam hadis yang cukup dikenal.

يوم يكشف عن ساق ويدعون إلى السجود فلا يستطيعون  ويبقى كل منافق فلا يستطيع ان يسجد ثم يقودهم إلى الجنة 

Ketika disingkap betis, dan mereka diperintahkan untuk sujud, ternyata sebagian besar manusia tidak dapat bersujud, pandangan mereka tertunduk diselimuti kegelapan padahal dulu diperintahkan, mereka diperintahkan untuk shalat mereka tidak melakukannya…akhirnya di hari kemudian nanti, mereka tidak mampu untuk sujud
Ternyata kita jumpai satu hadis dihari kemudian nanti, ketika orang-orang yang jadi ahli neraka , orang yang beriman menanti kedatangan Tuhan dengan rombongan Malaikat.

Manusia belum kenal tuhan mereka, “Apa yang kalian nanti?” mereka menjawab, “Bahwa kami menantikan Tuhan kami”.  Tuhan berkata: “Apa yang menjadi bukti?” mereka katakan, “Betis.…”menurut riwayat tersebut, akhirnya Tuhan menyingkap betisnya hingga pada saat itu orang berbondong-bondong untuk sujud di hadapan-Nya. Padahal ungkapan seperti ini dalam Bahasa Arab sebagaimana yang diriwayatkan  oleh Ibnu Abbas, adalah menggambarkan keadaan yang dasyat serta mengerikan disaat Allah Swt mengumpulkan manusia dan menyidang mereka, pada saat itu seolah mereka akan mengangkat pakaian mereka untuk melarikan diri. Kata Saq disini merupakan kata nakirah bukan marifah yang tertuju pada sesuatu tertentu, Saq menunjukan pada suatu jumlah yang memiliki makna majazi…menggambarkan hari yang sangat dasyat dan mengerikan , menakutkan, dimana manusia pada saat itu diuji, apakah mereka pernah shalat, dan menyambut dan mentaati perintah Allah Swt atau apakah mereka  adalah orang-orang yang mengabaikan perintah Allah Swt, begitu mereka diperintahkan untuk sujud yang tidak pernah shalat tidak bisa melakukan hal tersebut.
Maka terpisahlah antara orang yang beriman dan orang-orang yang tidak beriman, yang beriman ruku dan sujud di hadapan Allah Swt.

Ada lagi riwayat yang lain, ketika penghuni neraka dimasukan satu persatu ke dalam api Neraka. Allah Swt bertanya, “Apakah sudah penuh?”, api Neraka berkata, “Apakah masih ada tambahan?” , maka Tuhan memasukan betisnya ke api Neraka, Nerakapun berkata, “Cukup,cukup wahai Tuhanku” . pada hadis ini digambarkan Allah Swt berbetis, Allah Swt menyingkap pakaian-Nya, semua ini hal yang tidak layak, kemana perginya firman Allah Swt :

"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat."

(QS.Asy-Syura[42]:11)  

Kemudian lebih aneh lagi, lebih aneh dari semua ini, yang kita jumpai dalam terjemahan Al-Qur’an yang dibagi-bagikan oleh Saudi Arabia, setiap jamaah haji yang pergi ke
Saudi  yang pulang dibagikan Al-Qur’an terjemahan bhasa Indonesia. Ketika ayat berikut ini diterjemahkan 

(QS.Al-Baqarah[2]:255). 

Mereka menyebutkan beberapa penafsiran di  footnote, kursi diartikan ilmu Allah Swt,  kekuasaan dan penafsiran yang paling  shahih ini, merupakan keterangan yang terdapat di footnote, bahwa kursi merupakan tempat diletakan telapak kaki Allah Swt, dari mana sumbernya, dari quran apa bukan?  Dari sebuah hadis munqati yang diriwayatkan dari Said bin Jubair bayangkan hadis terputuspun sampai dijadikan sebagai dasar untuk menafsirkan Al-Qur’an yang berhubunga dengan sifat Allah Swt Swt.

Kursi itu tempat meletakan kaki Allah Swt dan ada lagi yang lebih berani mengatakan bahwa arys Allah Swt terbuat dari rugby…nah kalau seandainya hal hal semacam ini kita terima padahal bententangan dengan Al-Qur’an, apakah bukan merupakan dosa yang sangat besar, menisbatkan kepada Allah Swt apa-apa yang tidak layak dan tidak patut
Jadi maksud dari ucapan saya, yang menerangkan bahwa kalau bukan dari Allah Swt pasti kita jumpai perselisihan dan pertentangan  yang sangat banyak.

Maka hendaknya kita kembali kepada Al-Qur’an sebagai tolak ukur dan  Al-Qur’an merupakan kitab yang terjamin kebenarannya dan maka mari kita kembali pada AlQur’an dan  mengembalikan semua kitab-kitab  dari semua golongan yang ada, baik dari Ahlisunnah amaupun Syiah, dimata saya semua itu bukan kitab suci dan tidak ada perintah dari rasul dan keluarganya dan para sahabat yang memerintahkan agar kita berpegang pada kitab-kitab tersebut. Tapi yang ma’ruf bahwa  Keluarga Nabi Saw menegaskan, dari Ahlulbait saya tidak katakan dari Syiah, dari Ahlulbait langsung dari atas, Jika kalian meriwayatkan dari rasul dan kami maka cocokan dengan kitab Allah Swt, Yang cocok ambil dan yang tidak cocok kalian tinggalkan, karena kami tidak akan mengucapkan sesuatu yang bertentangan dengan kitab Allah Swt.

Sedangkan dari versi Ahlisunnah kita jumpai bagaimana Ummul Mukminin Sayidah Aisyah ra yang sering mengoreksi hadis yang diriwayatkan oleh sebagian sahabat karena   bertentangan dengan Al-Qur’an. Sebagai contoh ketika ada berita yang mengatakan ketika Nabi Saw dimi’rajkan, Nabi Saw melihat Allah Swt swt. sayidah aisyah mengatakan, sungguh dusta orang yang mengatakan bahwa Rasulullah melihat Tuhannya pd saat perjalanan Isra Mi’raj  dan di shidratil muntaha
Yang merowikan hadis ini bertanya, “Bagaimana firman Allah Swt ini wahai Sayidah Aisyah?”: 
Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hambaNya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan 

( QS.An-Najm[53]:8-10)

Sayidah Aisyah mengatakan, bahwa saya  langsung bertanya kepada Rasulullah Saw, mengenai ayat-ayat ini. Beliau mengatakan bahwa ini jibril yang dilihat rasul di gua hira dalam bentuk aslinya dan kemudian keduanya kalinya ketika berada di Sidratil Muntaha, jadi yang dilihat bukan Allah Swt tapi Jibril.

Kemudian Sayidah Aisyah membacakan

"Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui"

(QS.Al-An’am[6]:103).
Begitu pula kritikan Sayidah Aisyah kepada Ibnu Umar yang mengatakan seorang mayit disiksa karena tangisan keluarganya, sayidah mengatakan, “ Ibnu Umar salah dalam hal ini , bukankah Allah Swt mengatakan 
Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain"

(QS.Fathir[35]:18) 

Orang tidak akan menanggung dosa orang lain, Masa oranglain berbuat kita kena, padahal kita tidak sama sekali melakukan apa-apa. Oleh karena itu maksud dari apa yang saya sampaikan,  Ustad Firanda yang saya hormati. bukan menolak semua hadis, tapi menolak hadis-hadis yang bertentangan dengan AlQur’an, kita jadikan Al-Qur’an didepan, hadis-hadis yang berasal dari manapun kita cocokan dengan kitab Allah Swt, yang cocok kita ambil dan yang tidak cocok kita buang
Saya bukan termasuk dari orang yang ingkar sunnah dan juga bukan termasuk ahli hadis yang menerima semua hadis, karena hadis-hadis itu terdapat dalam Bukhari , Muslim, al Kafi, al Kulaini, ataupun dalam buku-buku yang lain.

Saya bercuci tangan semua ini dan saya bercuci tangan dari orang-orang yang mengklaim bahwa dirinya menolak untuk menerima sunnah yang datang dari Nabi Saw, kalau betulbetul datang dari Nabi Saw kita sami’na wa atha’na. tapi persoalannya disini mengenai keraguan,Apa betul ini datang dari Nabi Saw, untuk membuktikan kebenarannya cocokan dengan kitab Allah Swt dan  yang cocok kita ambil, sedangkan yang  tidak cocok kita buang.

Ma’adzAllah Swt an nakuna minhum kita berlindung kepada Allah Swt agar tidak termasuk bagian dari mereka.

Saya juga bukanlah seorang yang gampang menerima hadis, karena hanya melihat sanadnya yang muttashil, rawinya yang adil, begitu pula kecermatan rawinya, sedangkan isi  matan hadis tersebut mengandung keganjilan dan kemunkarannya  yang tidak layak sama sekali untuk dikategorikan sebagai sabda Nabi Saw saw, karena Nabi Saw sebagai seorang mubaligh, seorang yang menyampaikan amanah Allah Swt, beliau tidak menambahkan dan mengurangi kitabnya. Sunnah Rasul yang sebenarnya adalah yang sejalan, seiring dan seirama dengan ayat-ayat Allah Swt swt. Jadi pada kali ini saya menanggapi hal ini dulu dan saya mohon maaf bukan ingin berdebat dan berbantahbantahan, mohon maaf supaya tidak disalahfahami, yang saya sampaikan tadi  untuk  menegaskan bahwasanya selain dari kitab Allah Swt tidak dapat kita terima dan ditelan begitu saja sebelum dicocokan dengan kitab suci Al-Qur’an. jangan sampai nanti kita menyesal karena mengabaikan Al-Qur’an dan mengutamakan yang lainnya  seperti yang terjadi pada umat yahudi yang mengutamakan Talmud dari pada taurat, sampai Sayidina Umar marah ketika orang banyak meriwayatkan hadis dan melupakan  Al-Qur’an.

Apakah kalian akan menduakan kitab Allah Swt seperti yang dilakukan oleh para ahli kitab Allah Swt, lama kelamaan mereka meninggalkan kitab Allah Swt dan mengikuti Talmud yang merupakan penafsiran dari Nabi Saw- Nabi Saw dan ulama mereka yang kebanyakan telah menyeleweng dari kitab Taurat, lama kelamaan karena kitab taurat diabaikan, Akhirnya pemalsuan masuk kepada kitab Taurat, oleh karena itu kita bersyukur kepada Allah Swt yang telah memberikan kita hidayah untuk beriman kepada kitab-Nya, semoga Allah Swt menjadikan kita sebagai orang yang menjunjung tinggi kitab-Nya, mempelajari Sunnah-sunnah  Rasul agar Allah Swt memberikan petunjuk yang benar dan menjauhkan kita dari yang menyimpang, maka dengan tegas kita ucapkan bahwa kita hanya menerima dari riwayat –riwayat hadis setelah dicocokan dengan AlQur’an, yang cocok isinya dengan Al-Qur’an kita terima yang tidak kita tolak dari manapun dia berasal.

Dan saya berharap, mudah-mudahan Ulama Ahlisunnah dan ulama-ulama  Syiah mau membuka hati mereka agar jangan berfanatik kepada kelompok dan golongan mereka 
Karena ajaran dari keluarga rasul dan dari  sahabat rasul serta istri rasul mengajak kita untuk kembali kepada Al-Qur’an dan menjadikan dia pada kedudukan yang paling utama krn Al-Qur’an kitab yang dijelaskan atas dasar  ilmu dan bukan sembarang ilmu tapi dari ilmu Allah Swt yang tidak mungkin salah.

Demikianlah para ikhwan dan akhwat, dan  mudah-mudahan Ustad Firanda baik perantara yang mendengarkan dapat memahami apa yang saya sampaikan, bahwa saya tidak termasuk dari kalangan JIL dan bukan termasuk pula dari kalangan ahli hadis yang sembarang nerima semua hadis dan bukan termasuk dari orang-orang yang menolak sunnah Nabi Saw Muhammad saw, bagaimana kita menolak sunnah Rasul sedangkan Allah Swt berfirman, Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah 
(QS.Al-Hasyr[59]:7).

sebelum mengatakan ini Sunnah mari kitab buktikan terlebih dahulu.
Wassalamu alaikum wrwb.


previous article
Newer Post
next article
Older Post

Post a Comment

no

Name

Email *

Message *